Kehadiran anak dalam sebuah keluarga
merupakan kebahagiaan yang tidak ternilai harganya. Tidak ternilai artinya
tidak bisa disejajarkan dan dibandingkan dengan nilai nominal maupun materi.
Bahkan tidak sedikit gara-gara tidak memiliki anak, pasangan suami istri yang
belum dikarunia keturunan melakukan tindakan kriminal berupa penculikan anak
dengan berbagai macam modus, agar kelak hasil penculikan bisa menjadi anak sendiri.
Atau ada sebagian pasangan suami istri ayng belum dikarunia anak mengambil tindakan adopsi anak untuk
melengkapi kehidupan rumah tangganya. Ini menunjukkan betapa kehadiran mereka
layaknya matahari menyinari gelapnya suasana rumah. Rumah yang riang, suasana
ceria, dan ramainya senda gurau rumah tergantung pada kehadiran anak. Maka
patut bersyukur sipapun yang sudah dikarunia anak. Anak merupakan amanah yang
kehadirannya perlu dijaga, dirawat, dan dilayani dengan baik layaknya raja.
Segala kebutuhan kehidupannya harus dipenuhi untuk kebaikan dan perkembangan seluruh
dinamika kehidupannya; perkembangan fisik, psikologis, dan kemandirian. Orang
tua yang baik pasti tidak akan mengabaikan sekecil apapun yang menjadi
kebutuhan dasar sebagai bagian dari melangsungkan perkembangan sifat alamiah
manusia. Mengabaikan kesempatan baik dari sisi kehidupannya merupakan bentuk
ketidaksiapan orang tua dalam menghadapi tantangan perkembangan anak.
Memperhatikan
setiap langkah perkembangan anak bertujuan agar kesempurnaan fase kehidupannya bisa
terlewati dengan baik. Dan ini sangat dipengaruhi oleh cara merawat dan
memberikan bimbingan, baik itu perkembangan fisik fisiologis, afektif, maupun
kognitif, dan motorik halus dan kasar. Jika tahapan pendidikan dan perawatan
sudah maksimal, maka hasilnya diserahkan
kepada Allah swt.
Jika
harapan kepada anak terlalu berlebihan, maka sudah barang tentu tidak hanya
saja orang tua yang terbebani mimpi-mimpi selangit, namun secara tidak sadar
kondisi seperti ini sangat melemahkan
mental anak. Harapan orang tua agar anak memiliki keunggulan tersendiri
dibandingkan dengan yang lainnya merupakan hal yang wajar, misalkan anak harus
menjadi anak terpandai di kelasnya, atau anak harus pandai di bidang tertentu
atau hobi tertentu sehingga harapan orang tua, anak bisa menjadi kebanggaan
atau prestise karena prestasi yang ditorehkan si anak. Wah, rasanya seperti
melayang di awan, dech, jika anak yang kita banggakan bisa memberikan
prestasi apapun bentuknya. Pasti, pasti, dan pasti orang tua sangat bahagia
jika impiannya terwujud, terlebih anaknya yang menjadi pelaku.
Namun
tidak sedikit kekecewan yang berkepanjangan jika anak yang diidam-idamkan bisa
memberikan harapan orang tua dengan prestasi, eh, malah membuat malu gara-gara
anak kalah dalam satu pertandingan atau tidak bisa berkompetisi di kelasnya.
Inilah yang disebut harapan buta. Apa maksudnya? Maksudnya ialah, antara
kehendak orang tua dan kondisi kemampuan anak dipaksakan memenuhi sesusai
keinginan padahal setiap anak yang
terlahir di atas bumi ini memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Orang
tua tidak bisa memandang sama jika anak orang lain memiliki kelebihan
dibandingkan dengan anaknya sendiri. Karena kelebihan kemampuan itu tidak hanya
merupakan hasil dari latihan, akan tetapi sangat ditentukan oleh bakat bawaan
yang anak diturunkan baik dari genetikanya maupun bakat dari lingkungan
sekitar.
Orang tua jarang memperhatikan
bahkan cenderung mengabaikan kemampuan-kemampuan anak dari sisi yang lain,
misalkan, jika anak tidak mampu menguasai bidang tertentu, bisa saja anak berpotensi
mempunyai kelebihan pada bidang lain, atau bahkan bisa jadi di luar ekspektasi
orang tua. Nah, makanya sangat perlu bagi orang tua untuk merespon dan berlatih
untuk mengeksplorasi seluruh potensi yang terpendam di lautan pribadi anak.
Orang tua yang pandai menyelami potensi anak dengan memperhatikan multiple
intelligences menurut teori Dr. Howard Gardner, dimana anak memiliki
segudang kecerdasan, tidak akan merasa gusar dengan segala kondisi yang
dimiliki setiap anak. Kekecewaan yang berlebih terhadap anak karena anak
diapandang tidak memberikan kontribusi kepada kehidupan orang tua justru akan
berujung pada kesimpulan seakan-akan hidup ini tidak berharga atau bahkan
kehidupan ini tidak berpihak pada
dirinya. Rasa kecewa da putus asa justru akan mematikan kreatifitas dan rasa
percaya diri orang tua terlebih anak. Dalam kondisi seperti ini, sebagai orang tua harus optimis dan
menanamkan dalam dirinya bahwa anak adalah bintang bagi keluarga. Pilosofi bintang, meskipun jauh jarkanya dari bumi dan
dari pandangan manusia, tetap saja bintang itu memberikan nuansa kecerian dan rasa
optimisme. Kerlap-kerlip cahayanya memberikan nuansa indah yang luar biasa.
Meskipun bulan tidak muncul pada malam hari setidaknya bintang bisa menjadi
pengganti cahaya bulan meskipun kecil dilihatnya dari kejauhan. Nah, begitu
pula sebagai orang tua harus merasa bersyukur dengan kehadiran mereka. Jangan
melihat potensi dan bakat anak dari kejauhan. Dengan perhatian yang lembut dan
kasih sayang, pada saat yang tepat dan masa tertentu orang tua akan menyaksikan
anaknya bisa memberian yang terbaik apaun bentuknya. Sesungguhnya menamkan rasa
percaya inilah yang paling berat tantangannya. Karena dari sinilah awal dari
keberhasilan pendidikan yang ditanamkan kepada anak. Jika ras optimis sudah
hilang sejak awal, maka untuk melangkahpun rasanya begitu berat, bahkan mungkin
tidak akan jadi karena diahantui kecemasan yang sesungguhnya kenyataan itu
belum terjadi.
Mari bersama-sama memulai untuk
mengenali dan menggali potensi dari setiap sudut kehidupan anak. Menurut Munif
Khatib, dalam bukunya Gurunya Manusia, dalam multiple intelligences ada
tiga hal penting yang sangat berkaitan dengan dunia pendidikan. Setiap area
otak yang disebut lobus of brain ternyata punya komponen inti berupa kepekaan
yang akan mucul dari setiap area otak apabila diberi setimulus yang tepat.
Akibat adanya setmulus yang tepat, kepekaan inilah yang akan menghasilkan
kompetensi. Dana apabila kompetensi ini terus dilatih secara intensif dalam
jenjang perencanaan yang tepat, dari kompetensi inilah akan muncul kondisi
akhir terbaik. Kondisi akhir terbaik inilah yang disebut kebanyakan orang
“profesi”.
Jadi yang terpenting buat para orang
tua adalah bagaimana memberikan stimulus yang tepat untuk menumbuhkembangkan bakat
yang dimiliki si anak. Tentu bakat atau hasil yang akan dirasakan harus
melewati beberapa proses dan tahapan yang tidak sebentar tergantung kepada
kemampuan anak itu sendiri dan tergantung pada sejauh mana usaha orang tua.
Perencanaan yang matang dan mengedapankan sentuhan manusiawi serta latihan terus-menerus akan diharapkan menjadi
modal untuk menghasilkan anak yang berpretasi.
Sebagai muslim, tentu harapan orang
tua terhadap anak tidak semata menjadi bintang di bidang akademik, atau motorik
semata melainkan juga bisa mengambangkan kemampuan pada aspek spiritual.
Mungkin bagi sebagian orang tua bisa jadi kemampuan spiritual adalah bintang
sesungguhnya. Anak yang bisa melakukan shalat, berperangai baik, dan tumbuh
kemandirian sudah dianggap cukup untuk memenuhi harapan orang tua. Cukup
sederhana memang, tetapi dampak yang bisa dirasakan orang tua bisa jadi lebih
dari sekedar menggapai prestasi nilai-nilai akademik. Menciptakan pribadi yang
baik juga membutuhkan perjuangan yang tidak sedikit. Menumbuhkan mental,
memotivasi kebaikan, dan menyelamatkan anak dari unsur-unsur negative lingkungan
sekitar juga membutuhkan tenaga ekstra. Yaag jelas, semua unsur baik yang melekat
pada anak merupakan bagian dari bintang itu sendiri, sementara kelemahan
sekecil apapun yang ada pada diri si anak meruapakan tantangan orang tua dalam
proses mendidik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar