Jumat, 31 Mei 2019

SEMUA ANAK ADALAH BINTANG




            Kehadiran anak dalam sebuah keluarga merupakan kebahagiaan yang tidak ternilai harganya. Tidak ternilai artinya tidak bisa disejajarkan dan dibandingkan dengan nilai nominal maupun materi. Bahkan tidak sedikit gara-gara tidak memiliki anak, pasangan suami istri yang belum dikarunia keturunan melakukan tindakan kriminal berupa penculikan anak dengan berbagai macam modus, agar kelak hasil penculikan bisa menjadi anak sendiri. Atau ada sebagian pasangan suami istri ayng belum dikarunia anak  mengambil tindakan adopsi anak untuk melengkapi kehidupan rumah tangganya.  Ini menunjukkan betapa kehadiran mereka layaknya matahari menyinari gelapnya suasana rumah. Rumah yang riang, suasana ceria, dan ramainya senda gurau rumah tergantung pada kehadiran anak. Maka patut bersyukur sipapun yang sudah dikarunia anak. Anak merupakan amanah yang kehadirannya perlu dijaga, dirawat, dan dilayani dengan baik layaknya raja. Segala kebutuhan kehidupannya harus dipenuhi untuk kebaikan dan perkembangan seluruh dinamika kehidupannya; perkembangan fisik, psikologis, dan kemandirian. Orang tua yang baik pasti tidak akan mengabaikan sekecil apapun yang menjadi kebutuhan dasar sebagai bagian dari melangsungkan perkembangan sifat alamiah manusia. Mengabaikan kesempatan baik dari sisi kehidupannya merupakan bentuk ketidaksiapan orang tua dalam menghadapi tantangan perkembangan anak.
            Memperhatikan setiap langkah perkembangan anak bertujuan agar kesempurnaan fase kehidupannya bisa terlewati dengan baik. Dan ini sangat dipengaruhi oleh cara merawat dan memberikan bimbingan, baik itu perkembangan fisik fisiologis, afektif, maupun kognitif, dan motorik halus dan kasar. Jika tahapan pendidikan dan perawatan sudah maksimal, maka  hasilnya diserahkan kepada Allah swt.  
Jika harapan kepada anak terlalu berlebihan, maka sudah barang tentu tidak hanya saja orang tua yang terbebani mimpi-mimpi selangit, namun secara tidak sadar kondisi seperti ini sangat  melemahkan mental anak. Harapan orang tua agar anak memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan yang lainnya merupakan hal yang wajar, misalkan anak harus menjadi anak terpandai di kelasnya, atau anak harus pandai di bidang tertentu atau hobi tertentu sehingga harapan orang tua, anak bisa menjadi kebanggaan atau prestise karena prestasi yang ditorehkan si anak. Wah, rasanya seperti melayang di awan, dech, jika anak yang kita banggakan bisa memberikan prestasi apapun bentuknya. Pasti, pasti, dan pasti orang tua sangat bahagia jika impiannya terwujud, terlebih anaknya yang menjadi pelaku.
Namun tidak sedikit kekecewan yang berkepanjangan jika anak yang diidam-idamkan bisa memberikan harapan orang tua dengan prestasi, eh, malah membuat malu gara-gara anak kalah dalam satu pertandingan atau tidak bisa berkompetisi di kelasnya. Inilah yang disebut harapan buta. Apa maksudnya? Maksudnya ialah, antara kehendak orang tua dan kondisi kemampuan anak dipaksakan memenuhi sesusai keinginan padahal  setiap anak yang terlahir di atas bumi ini memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Orang tua tidak bisa memandang sama jika anak orang lain memiliki kelebihan dibandingkan dengan anaknya sendiri. Karena kelebihan kemampuan itu tidak hanya merupakan hasil dari latihan, akan tetapi sangat ditentukan oleh bakat bawaan yang anak diturunkan baik dari genetikanya maupun bakat dari lingkungan sekitar.
            Orang tua jarang memperhatikan bahkan cenderung mengabaikan kemampuan-kemampuan anak dari sisi yang lain, misalkan, jika anak tidak mampu menguasai bidang tertentu, bisa saja anak berpotensi mempunyai kelebihan pada bidang lain, atau bahkan bisa jadi di luar ekspektasi orang tua. Nah, makanya sangat perlu bagi orang tua untuk merespon dan berlatih untuk mengeksplorasi seluruh potensi yang terpendam di lautan pribadi anak. Orang tua yang pandai menyelami potensi anak dengan memperhatikan multiple intelligences menurut teori Dr. Howard Gardner, dimana anak memiliki segudang kecerdasan, tidak akan merasa gusar dengan segala kondisi yang dimiliki setiap anak. Kekecewaan yang berlebih terhadap anak karena anak diapandang tidak memberikan kontribusi kepada kehidupan orang tua justru akan berujung pada kesimpulan seakan-akan hidup ini tidak berharga atau bahkan kehidupan ini tidak  berpihak pada dirinya. Rasa kecewa da putus asa justru akan mematikan kreatifitas dan rasa percaya diri orang tua terlebih anak. Dalam kondisi seperti ini,        sebagai orang tua harus optimis dan menanamkan dalam dirinya bahwa anak adalah bintang bagi keluarga. Pilosofi  bintang, meskipun jauh jarkanya dari bumi dan dari pandangan manusia, tetap saja bintang itu memberikan nuansa kecerian dan rasa optimisme. Kerlap-kerlip cahayanya memberikan nuansa indah yang luar biasa. Meskipun bulan tidak muncul pada malam hari setidaknya bintang bisa menjadi pengganti cahaya bulan meskipun kecil dilihatnya dari kejauhan. Nah, begitu pula sebagai orang tua harus merasa bersyukur dengan kehadiran mereka. Jangan melihat potensi dan bakat anak dari kejauhan. Dengan perhatian yang lembut dan kasih sayang, pada saat yang tepat dan masa tertentu orang tua akan menyaksikan anaknya bisa memberian yang terbaik apaun bentuknya. Sesungguhnya menamkan rasa percaya inilah yang paling berat tantangannya. Karena dari sinilah awal dari keberhasilan pendidikan yang ditanamkan kepada anak. Jika ras optimis sudah hilang sejak awal, maka untuk melangkahpun rasanya begitu berat, bahkan mungkin tidak akan jadi karena diahantui kecemasan yang sesungguhnya kenyataan itu belum terjadi.
            Mari bersama-sama memulai untuk mengenali dan menggali potensi dari setiap sudut kehidupan anak. Menurut Munif Khatib, dalam bukunya Gurunya Manusia, dalam multiple intelligences ada tiga hal penting yang sangat berkaitan dengan dunia pendidikan. Setiap area otak yang disebut lobus of brain ternyata punya komponen inti berupa kepekaan yang akan mucul dari setiap area otak apabila diberi setimulus yang tepat. Akibat adanya setmulus yang tepat, kepekaan inilah yang akan menghasilkan kompetensi. Dana apabila kompetensi ini terus dilatih secara intensif dalam jenjang perencanaan yang tepat, dari kompetensi inilah akan muncul kondisi akhir terbaik. Kondisi akhir terbaik inilah yang disebut kebanyakan orang “profesi”.
            Jadi yang terpenting buat para orang tua adalah bagaimana memberikan stimulus yang tepat untuk menumbuhkembangkan bakat yang dimiliki si anak. Tentu bakat atau hasil yang akan dirasakan harus melewati beberapa proses dan tahapan yang tidak sebentar tergantung kepada kemampuan anak itu sendiri dan tergantung pada sejauh mana usaha orang tua. Perencanaan yang matang dan mengedapankan sentuhan manusiawi serta  latihan terus-menerus akan diharapkan menjadi modal untuk menghasilkan anak yang berpretasi.
            Sebagai muslim, tentu harapan orang tua terhadap anak tidak semata menjadi bintang di bidang akademik, atau motorik semata melainkan juga bisa mengambangkan kemampuan pada aspek spiritual. Mungkin bagi sebagian orang tua bisa jadi kemampuan spiritual adalah bintang sesungguhnya. Anak yang bisa melakukan shalat, berperangai baik, dan tumbuh kemandirian sudah dianggap cukup untuk memenuhi harapan orang tua. Cukup sederhana memang, tetapi dampak yang bisa dirasakan orang tua bisa jadi lebih dari sekedar menggapai prestasi nilai-nilai akademik. Menciptakan pribadi yang baik juga membutuhkan perjuangan yang tidak sedikit. Menumbuhkan mental, memotivasi kebaikan, dan menyelamatkan anak dari unsur-unsur negative lingkungan sekitar juga membutuhkan tenaga ekstra. Yaag jelas, semua unsur baik yang melekat pada anak merupakan bagian dari bintang itu sendiri, sementara kelemahan sekecil apapun yang ada pada diri si anak meruapakan tantangan orang tua dalam proses mendidik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEMBANGUN SPIRITUAL SISWA SAIC

Hari ini, merupakan hari pertama pada Tahun Pembelajaran 2019/2020 siswa SAIC melaksanakan shalat Dhuha. Shalat Dhuha bagian dari kegiata...