Rabu, 19 Juni 2019

PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN HOLISTIK, KONTEKSTUAL, DAN FUTURISTIK


PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN HOLISTIK, KONTEKSTUAL, DAN FUTURISTIK
Nanang Abdul Haq, S.Pd.I
Bagian-2

A.     PEMBELAJARAN HOLISTIK

1)      Konsep Pembelajaran Holistik
Kata “holistik‟ (holistic) berasal dari kata “holisme‟ (holism). Kata “holisme‟ pertama kali digunakan oleh J.C. Smuts pada tahun 1926 dalam tulisannya yang berjudul Holism and Evolution, bahwa asal kata “holisme” diambil dari bahasa Yunani, holos, yang berarti semua atau keseluruhan. Smuts mendefinisikan holisme sebagai sebuah kecenderungan alam untuk membentuk sesuatu yang utuh sehingga sesuatu tersebut lebih besar daripada sekedar gabungan-gabungan bagian hasil evolusi (Nobira: 2012).
Pembelajaran holistic adalah turunan dari konsep pembelajaran holistik (holistic learning) yang merupakan suatu filsafat Pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual
Paradigma pembelajaran holistik menurut Anhar (2015:27) menekankan proses pendidikan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Tujuan pembelajaran holisti kadalah terbentuknya manusia seutuhnya dan masyarakat seutuhnya.
b.       Materi pembelajaran holistik mengandung kesatuan pendidikan jasmani-ruhani, mengasah kecerdasan intelektual-spritual-emosional, kesatuan materi pendidikan teoritis –praktis, kesatuan materi pendidikan pribadi-sosial- ketuhanan.
c.        Proses pendidikan holistik mengutamakan kesatuan kepentingan anak didik dan masyarakat.
d.       Evaluasi Pendidikan holistik mementingkan tercapainya perkembangan anak didik dalam bidang penguasaan ilmu, sikap, dan keterampilan.
           
Jika merujuk pada pemikiran Abraham Maslow, maka pendidikan harus dapat mengantarkan peserta didik untuk memperoleh aktualisasi diri (self- actualization) yang ditandai dengan adanya:(1) Kesadaran; (2) kejujuran; (3) kebebasan atau kemandirian; dan (4) kepercayaan (Anhar, 2015:28).
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, di antaranya:
(1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif
(2) prosedur pembelajaran yang fleksibel
(3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu
(4) pembelajaran yang bermakna
(5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada

2)      Ciri-Ciri Pembelajaran Holistik
Menurut Rubiyanto (2010:42-43) terdapat sembilan ciri pembelajaran holistik yaitu:
a.    Pembelajaran diarahkan agar siswa menyadari akan keunikan dirinya dengan segala potensinya. Mereka harus diajak untuk berhubungan dengan dirinya yang paling dalam (innerself), sehingga memahami eksistensi, otoritas, tapi sekaligus bergantung sepenuhnya kepada pencipta-Nya.
b.    Pembelajaran tidak hanya mengembangkan cara berpikir analitis/linier tapi juga intuitif.
c.    Pembelajaran berkewajiban menumbuh-kembangkan potensi kecerdasan jamak (multiple intelligences).
d.    Pembelajaran berkewajiban menyadarkan siswa tentang keterkaitannya dengan komunitasnya, sehingga mereka tak boleh mengabaikan tradisi, budaya, kerjasama, hubungan manusiawi, serta pemenuhan kebutuhan yang tepat guna.
e.    Pembelajaran berkewajiban mengajak siswa untuk menyadari hubungannya dengan bumi dan "masyarakat" non manusia seperti hewan, tumbuhan, dan benda benda tak bernyawa (air, udara, tanah) sehingga mereka emiliki kesadaran ekologis
f.     Kurikulum berkewajiban memperhatikan hubungan antara berbagai pokok bahasan dalam tingkatan trans-disipliner, sehingga hal itu akan lebih memberi makna kepada siswa.
g.    Pembelajaran berkewajiban menghantarkan siswa untuk menyeimbangkan antara belajar individual dengan kelompok (kooperatif, kolaboratif, antara isi dengan proses, antara pengetahuan dengan imajinasi, antara rasional dengan intuisi, antara kuantitatif dengan kualitatif.
h.    Pembelajaran adalah sesuatu yang tumbuh, menemukan, dan memperluas cakrawala.
i.      Pembelajaran adalah sebuah proses kreatif dan artistik.
Sedangkan Miller (1991:3) mengungkapkan karakteristik pembelajaran holistik adalah sebagai berikut:
a.              Pendidikan holistik memelihara perkembangan peserta didik yang terfokus pada intelektual, emosional, sosial, fisik, kreatifitas atau intuitif, estetika dan spiritual emosi
b.             Menciptakan hubungan yang terbuka dan kolaboratif antara pendidik dan peserta didik
c.              Mendorong keinginan untuk memperoleh makna dan pemahaman agar dapat menjadi bagian dari dunia dengan melakukan penekanan pada belajar melalui pengalaman hidup dan belajar di luar batas-batas kelas dan lingkungan pendidikan formal sehingga dapat memperluas wawasan.
d.             Pendekatan ini memberdayakan peserta didik untuk berpikir secara kritis dalam konteks kehidupan mereka . Pendidikan holistik memiliki kapasitas untuk membimbing peserta didik untuk memperluas kepribadian individu serta memiliki kapasitas menciptakan individu untuk berpikir secara berbeda, kreatif dan mencerminkan nilai-nilai yang sudah tertanam dalam dirinya. Guru diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk berkembang menjadi lebih terdidik dan berpartisipasi sebagai anggota masyarakat.

3)      Strategi Pembelajaran Holistik

Mengutip pendapat Ginnis (2008), rencana pembelajaran sedapat mungkin bertujuan agar peserta didik mengasah
a.      Berpikir: peserta didik memproses data secara aktif, logis, lateral, imajinatif, deduktif, dsb.
b.      Kecerdasan emosional: belajar menagani emosi dan menghubungkan dengan lainnya secara terampil, mengembangkan cirri personal positif seperti kendali diri dan nilai-nilai seperti keadilan.
c.       Kemandirian: peserta didik menguasai sikap dan kecakapan yang membuat mereka mampu memulai mempertahankan belajar tanpa guru.
d.      Saling ketergantungan: peserta didik terlibat dalam mutualitas yang merupakan inti dari kerja sama dan basis dari demokrasi.
e.      Sensasi ganda: peserta didik mendapat pengalaman melalui sejumlah indera bersama-sama dari efek melihat, mendengar dan melakukan.
f.        Fun: peserta didik memerlukan pengalaman belajar yang bervariasi seperti suasana serius dan ringan, aktif dan pasif, individual dan kelompok, terkontrol dan lepas, bising dan tenang sehingga menimbulkan kesenangan yang nyata.
g.      Artikulasi: peserta didik membicarakan atau menulis pikiran, seringkali dalam bentuk draft sebagai suatu bagian penting dari proses penciptaan pemahaman personal. Pembelajaran holistik tidak seperti teknik brainstorming atau mind map. Secara fundamental pendidikan holistik akan mengubah cara belajar dan cara menyerap informasi.

B.                      PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

1)      Konsep Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar.Sehingga siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan komponen utama pembelajaran yakni :
a.      konstruktivisme (constructivism),
b.      menyelidiki (inquiry),
c.       pemodelan (modeling), dan
d.      penilaian autentik (authentic assessment).

2)      Penerapan Pembelajaran Kontekstual

1.      Pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari siswa di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, dan dunia kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama seagaimana yang disebutkan di atas sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.
2.      Pembelajaran kontekstual dapat diterapakan dalam kelas besar maupun kelas kecil, namun akan lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam kelas kecil.
3.      Pembelajaran kontekstual memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar seperti tukang las, bengkel, tukang reparasi elektronik, barang-barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot rumah tangga, pasar, toko, TV, radio, internet, dan sebagainya
4.      Dalam pembelajaran kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebenarnya lebih bersifat sebagai rencana pribadi dari pada sebagai laporan untuk kepala sekolah atau pengawas seperti yang dilakukan saat ini
5.      RPP lebih cenderung berfungsi mengingatkan guru sendiri dalam menyapkan alat-alat/media dan mengendalikan langkah-langkah(skenario) pembelajaran sehingga bentuknya lebih sederhana.
6.      Beberapa model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran kooperatif (cooperative learning), dan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)

C.  PEMBELAJARAN FUTURISTIK

1)      Konsep Pembelajaran Futuristik
Drucket dan Stewart (dalam Saryono, 2002) mencatat bahwa pada masa ini dan lebih-lebih pada masa depan, keberadaan, kedudukan, peranan pengetahuan menjadi hal yang strategis dan utama. Sejalan dengan itu, pada aspek siswa, banyak perubahan yang terjadi pada mereka karena perubahan teknologi yang selalu disuguhkan pada mereka setiap hari, dan bahkan setiap saat. Perubahan-perubahan tersebut menurut John Seely Brown (2005), antara lain adalah sebagai berikut:
a.     Mereka menyukai ada kontrol. Para siswa generasi abad ke-21 tidak menyukai terikat oleh jadwal-jadwal tradisional, dan juga tidak menyukai duduk di dalam kelas untuk belajar, atau duduk di dalam kantor untuk bekerja. Sebaliknya mereka lebih menyukai untuk belajar sendiri dengan menggunakan alat komunikasi yang bisa menjangkau dunia yang tak terbatas. Dengan caranya sendiri, mereka akan memperoleh informasi dari berbagai sumber di dunia. Dengan demikian, mereka harus dikontrol target pencapaian pengetahuannya, proses belajarnya dan hasil yang mereka dapatkan.
b.     Mereka juga menyukai banyak pilihan. Untuk mata pelajaran project, yakni tugas melakukan mini riset, mereka akan menggunakan teknologi untuk memperoleh banyak informasi. Mereka harus diberi kebebasan untuk memilih metode dan teknik-tekniknya, untuk mereka jalani dan pada akhirnya akan mampu menyiapkan laporan, sebagaimana para siswa atau mahasiswa yang melakukannya secara tradisional.
c. Mereka adalah orang-orang yang menyukai ikatan kelompok dan ikatan sosial, hanya saja mereka membangun group melalui media sosial mereka, dan oleh karenanya kelompok mereka lintas bangsa, negara, budaya dan bahkan agama. Mereka memiliki jejaring internasional yang dinamis, dan jika mereka manfaatkan untuk menjadikan jejaringnya sebagai peer group-nya, maka mereka akan memiliki pengelaman keilmuan yang jauh lebih baik, daripada tutorial atau mentoring dalam satu kelas di sekolah tradisional
d. Mereka adalah orang-orang terbuka, melalui tradisi jejaringnya mereka terbelajarkan untuk menjadi terbuka, karena dalam jaringannya semua penganut agama ada dan terkelompokkan, ada yang Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan juga Kong Hu Chu, atau bahkan mungkin ada yang atheis, tapi komunikasi mereka tetap berjalan dan tidak terganggu oleh perbedaan-perbedaan tersebut.

2)      Trend E-Learning dalam Pembelajaran Futuristik

Belajar itu mahal, membutuhkan waktu yang panjang dan hasilnya bervariasi. E-learning telah dicoba selama bertahun-tahun untuk melengkapi cara belajar kita agar lebih efektif dan terukur. Hasilnya sekarang ada banyak alat yang membantu menciptakan kursus interaktif, menstandarisasi proses belajar dan/atau memasukkan unsur informal kedalam proses belajar formal dan sebaliknya.

a. Pembelajaran Berbasis Android

Pembelajaran berbasis android pada dasarnya bisa disebut sebagai micro- learning. Micro-learning berfokus pada desain aktivitas pembelajaran mikro melalui tahapan mikro dalam lingkungan media digital, yang sudah menjadi realitas keseharian pekerja pengetahuan dewasa ini.
Micro-learning merupakan pergeseran paradigma penting yang menghindari kebutuhan untuk memiliki sesi belajar yang terpisah karena proses pembelajaran tertanam dalam rutinitas sehari-hari pengguna. Itulah yang menjadi alasan micro-learning sangat cocok untuk menggunakan perangkat mobile berbasis android

b.        Pembelajaran Otomatis (Automatic Learning)
Jenis pembelajaran otomatis ini mungkin terdengar seperti masa depan distopia bagi banyak orang, tapi ke sanalah kita mengarah. Dan terlepas dari pertanyaan etis yang mungkin timbul, manfaatnya bisa menjadi substansial pada banyak tingkatan jika digunakan dengan benar. Begini cara kerjanya: Anda memilih tugas yang membutuhkan kinerja tinggi korteks visual Anda,seperti menangkap bola. Kemudian temukan seseorang yang pro dalam menangkap bola, tempatkan dia di mesin fMRI dan rekam apa yang terjadi didalam otaknya saat dia memvisualisasikan menangkap bola. Kemudian Anda mendapatkan program tangkap-bola Anda, dan siap untuk belajar. Langkah selanjutnya: posisikan diri Anda ke mesin fMRI, dan kencangkan untuk menginduksi citra menangkap-bola profesional yang sudah Anda rekam sebelumnya ke otak Anda dengan menggunakan neuro feedback. Anda bahkan tidak perlu memperhatikan saat ini terjadi.
Otak Anda, bagaimanapun, menjadi terbiasa dengan pola itu - yang adalah merupakan esensi pembelajaran: otak menjadi terbiasa dengan pola baru..
Riset telah menunjukkan bahwa pemutaran pola fMRI ini dapat menyebabkan peningkatan tahan lama dalam tugas yang memerlukan kinerja visual. Secara teori, jenis pembelajaran otomatis adalah hasil potensial dan kemungkinan wajah pembelajaran e- learning di masa mendatang

c.              Blended Learning
Istilah Blended Learning dalam pendidikan tinggi didefinisikan sebagai sistem pembelajaran dalam Handbook of Blended Learning (Bonk & Graham, 2006: 5-6) sebagai yang “yang menggabungkan pengajaran tatap muka dengan instruksi yang dimediasi komputer ”Dalam bab pertama buku ini, Graham mencatat bahwa definisi ini “… mencerminkan gagasan bahwa blended learning adalah kombinasi instruksi dari dua model pengajaran dan pembelajaran yang terpisah secara historis: sistem pembelajaran Face to Face (F2F) tradisional dan sistem pembelajaran terdistribusi”.





1 komentar:

MEMBANGUN SPIRITUAL SISWA SAIC

Hari ini, merupakan hari pertama pada Tahun Pembelajaran 2019/2020 siswa SAIC melaksanakan shalat Dhuha. Shalat Dhuha bagian dari kegiata...